Sabtu , 23 November 2024

Cara Terbaik Menyikapi Anak Agresif

CAHYALOKA.COM – Rania begitu pusing menghadapi tingkah anaknya karena Bagus, anak Rania, suka merebut mainan orang lain. Saat Bagus tidak mendapatkan apa yang diinginkannya maka ia akan memukul, menendang, atau menggigit orang tersebut. Hal ini tidak hanya terjadi sekali-dua kali.

Apakah Anda juga menghadapi hal serupa? Sebelum kami membahas cara menyikapai tindakan anak agresif, sebaiknya Anda ketahui dahulu penyebab anak bertindak agresif.

Mengapa Anak Bertindak Agresif?

Perlu diketahui orang tua bahwa tindakan agresif ini wajar terjadi pada anak yang masih balita. Mengapa? Sebab, balita masih mengembangkan kemampuan bahasanya, sangat ingin menjadi mandiri, dan belum dapat mengontrol impuls dengan baik sehingga mereka menjadikan tindakan fisik sebagai cara berkomunikasi.

Meskipun begitu, bukan berarti kita bisa membiarkannya begitu saja. Ajarkan pada anak bahwa kebiasaan agresif tidak bisa diterima. Tunjukkan padanya cara lain untuk mengekspresikan perasaan. Lalu, apa yang harus dilakukan orang tua dalam menyikapi tindakan agresif anak?

Cara Menyikapi Tindakan Agresif Anak

Meskipun tindakan agresif hadir secara alami pada anak-anak, jika tidak ditangani dengan baik kebiasaan ini akan terbawa hingga dewasa. Untuk para orang tua, berikut adalah pedoman praktis dalam menghadapi tindakan agresif pada anak.

1. Tetap Tenang

Berteriak, marah, atau memukul tidak membantu anak dalam mengurangi kebiasaan buruknya. Dengan melakukan hal tersebut hanya akan membuatnya lebih kesal dan ia akan meniru perilaku Anda. Sebab, anak meniru apa yang dilihatnya. Melihat Anda dapat mengontrol emosi justru menjadi salah satu langkah mengajarinya bagaimana cara mengontrol emosi.

2. Buat Batasan

Segera merespon saat si kecil bertindak agresif. Jangan menunggu sampai ia memukul kakaknya sebanyak 3 kali baru Anda mengatakan, “Cukup. Tidak boleh lagi.” Anak harus segera tahu saat ia melakukan kesalahan.

3. Berikan Penjelasan Singkat

Usianya yang sangat belia menyebabkan kemampuan mengolah informasinya masih terbatas, maka omelan panjang lebar justru menjadi tidak efektif. Daripada mengatakan, “Kenapa kamu memukul kakakmu? Kamu tahu kan dipukul itu sakit? Jangan pukul-pukul kakak lagi. Kalau ingin sesuatu bilang,” lebih baik berikan penjelasan singkat. Cukup ucapkan,”Jangan memukul. Dipukul itu sakit.” Penjelasan singkat lebih mudah dipahami oleh anak usia 2 tahun.

4. Berikan Konsekuensi Logis

Saat anak mulai memukul temannya di tengah-tengah permainan yang sedang berlangsung, segera bawa ia keluar area permainan. Duduklah dengannya dan tonton anak-anak lain bermain. Kemudian, jelaskan bahwa ia bisa kembali ikut bermain jika telah siap ikut bersenang-senang bersama teman lainnya tanpa menyakiti mereka.

Perlu Anda ingat, untuk anak di usia sekitar 2 tahun, kurang efektif jika kita memintanya untuk membayangkan rasanya menjadi orang lain, seperti, “Kalau kamu yang menjadi dia dan ada anak lain yang memukulmu, bagaimana rasanya?” Ia masih belum matang secara kognitif untuk dapat membayangkan dirinya menjadi orang lain atau mengubah perilaku mereka berdasarkan alasan verbal. Tapi mereka sudah bisa memahami konsekuensi, jika dia memukul berarti dia harus mendapatkan time out, maka ia akan paham kalau yang diperbuatnya salah dan ia harus menerima konsekuensi.

5. Time Out

Terapkan sistem time out. Sistem time out ini adalah minta anak duduk diam di suatu sudut yang membosankan (jangan yang menakutkan) dalam kurun waktu tertentu. Ketika anak berlaku agresif, jauhkan ia segera dari lokasi kejadian dan berikan ia waktu time out (1-2 menit cukup). Ini adalah cara terbaik untuk membuat ia tenang. Setelah ia tenang baru sampaikan bahwa perilakunya menyebabkan ia harus menerima sebuah konsekuensi. Buat anak mengerti bahwa pukulan/gigitannya menyebabkan ia menjalankan konsekuensi tertentu.

6. Review Kembali

Tunggulah hingga anak telah tenang, jangan ketika ia masih marah. Lalu dengan tenang dan lembut ceritakan kembali apa yang telah terjadi. Tanyakan padanya apa yang membuatnya meledak. Dengarkan ceritanya dengan penuh perhatian. Setelah ia selesai menuangkan segala perasaannya, ajak anak berdiskusi bagaimana sebaiknya bersikap jika kejadian ini berulang kembali.

7. Berikan Alternatif

Tekankan (dengan singkat) bahwa rasa marah adalah salah satu perasaan fitrah manusia. Wajar ketika seseorang merasa marah. Tetapi, hal yang tidak boleh dilakukan adalah mengekspresikannya dengan cara memukul, menendang, menggigit, dan sebagainya. Bantu anak menemukan cara mengekspresikan kemarahannya dengan lebih baik, misal ajarkan ia mengatakan apa yang diinginkannya alih-alih merebut atau memukul.

8. Meminta Maaf

Arahkan anak untuk meminta maaf setelah ia memukul seseorang. Awalnya, ia akan melakukannya dengan tidak ikhlas, tetapi hal itu tidak apa-apa. Yang paling mendasar adalah ia akan ingat pelajarannya dan jadi terbiasa untuk meminta maaf setelah ia menyakiti orang lain.

9. Apresiasi

Jangan hanya memberikan perhatian ketika ia melakukan kesalahan, perhatikan juga ketika anak melakukan hal yang baik, misal ketika ia meminta untuk meminjam bola temannya tanpa merebut bola tersebut. Puji ia dengan mengatakan, “Anak mama super sekali. Terima kasih sudah meminta izin.” Dengan ini ia akan mengerti bahwa menggunakan bahasa verbal berefek lebih baik dibandingkan tindakan agresif. Sebagai bonus, Anda bisa menemaninya bermain bersama.

10. Terapkan Disiplin secara Konsisten

Ketika anak mengulangi kembali perbuatan yang sama, yakni memukul orang lain, ingatkan dia, “Kamu memukul lagi. Waktunya time out.” Setiap kali anak mengulangi tindakan agresif, selalu ingatkan dia tentang konsekuensinya, sehingga ia mengerti pola ini, memukul maka ia akan mendapat time out. Bahkan, ketika hal ini terjadi di ruang publik maka sebagai orang tua kita tetap harus menerapkan disiplin ini. Sebab, jika tidak, anak akan mengetahui bahwa konsekuensi ini hanya berlaku ketika di rumah, tapi tidak ketika di rumah teman orang tuanya, di mall, dan tempat umum lainnya. Anak akan memanfaatkan celah ini. Jadi, konsistenlah.

11. Batasi Menonton TV

Tidak semua program TV baik untuk anak. Tayangan yang menampakkan tindakan agresif seperti berteriak, ancaman, mendorong atau memukul bukanlah untuk konsumsi anak-anak. Pilih dan pantaulah program yang ia tonton. Ketika menonton bersama dan ternyata ada adegan agresif, jelaskan padanya, “Itu bukanlah cara yang baik untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.” Lalu, tanyakan pendapat anak dan diskusikan cara lain untuk mendapatkan keinginannya.

12. Aktivitas Fisik

Ajak anak untuk melakukan banyak aktivitas fisik sehingga membakar semua kalorinya. Tenaga yang tidak tersalurkan bisa menjadi salah satu faktor penyebab ia tantrum dan agresif. Ajaklah anak jalan pagi di sekitar rumah, berenang, bermain bola, dan aktivitas fisik lainnya.

Apakah Anda punya saran lain dalam menghadapi tindakan agresif anak? Atau Anda punya pengalaman menarik dalam menghadapi tindakan agresif anak? Yuk, berbagi bersama di sini… [Sentani Yuli]

 

#Parenting

Lihat Juga

pelecehan seksual dan kekerasan seksual

Kekerasan Seksual dan Pelecehan Seksual Pada Anak Dapat Dicegah

Dalam kategori penyimpangan seksual, pedofilia ini masuk dalam kategori parafilia, yaitu penyimpangan seksual dimana obyek seksual yang diminatinya secara umum atau secara normal seharusnya tidak membuat seseorang memiliki hasrat seksual terhadap obyek tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *