Kamis , 21 November 2024

Nabi Muhammad Itu Sangat Baik

Seperti biasa, pulang glidhig, beres-beres, masuk kamar dan siap-siap nyepi. Tapi tumben-tumbenan malam ini teman kos saya yang non muslim menculik saya agar sejenak singgah dikamarnya untuk ngobrol berdua. Berbincang di malam hari adalah hal yang sangat jarang kami lakukan di hari kerja mengingat biasanya kami – hampir seluruh penghuni kos – sama-sama sering pulang cukup larut. Kalaupun kebetulan pulang tepat waktu, kami lebih memilih semedi di kamar masing-masing daripada ngegosip.

Tak ada yang istimewa sebenarnya dengan obrolan kami, sampai tiba-tiba dia bilang, “Bening, maaf ya. aku pernah sangat marah dengan nabimu.”

“Kenapa, Kak?” tanya saya tak mengerti.

“Iya… saat dulu terjadi kerusuhan hingga bakar-bakaran beberapa tahun yang lalu, saya sempat bertanya pada Tuhan. ‘Ya Tuhan, kenapa Muhammad itu jahat sekali mengajari umatnya?’ dan kamu tahu apa yang kemudian aku rasakan?”

Dia menatap saya lama. Saya hanya menggeleng dengan berbagai kemungkinan yang terlintas di benak saya. Ah… saya tidak mau menduga-duga.

“Tiba-tiba saat itu juga seolah ada yang berbicara pada saya.‘Nabi Muhammad itu sangat baik. Dia mengajarkan ajaran Tuhan dengan sempurna. Jika terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan Muhammad, itu bukan kesalahan Muhammad, tapi karena perilaku umatnya sendiri.’ Saya kaget setengah mati, seolah-olah pemilik suara itu memang ada di hadapan saya. Kalau kami biasa menyebut itu sebagai suara roh suci. Begitu nyata… yang betul-betul membuat saya terperanjat dan merasa sangat berdosa karena saya telah berprasangka tidak baik…”

Entah apalagi yang dikatakan kawan saya itu, saya sudah tidak menyimaknya dengan jelas (maaf ka, semalam saya kacangin waktu kakak cerita banyak hal).

Yang terlintas dibenak saya tinggalah gambaran perjuangan Rasulullah Muhammad SAW. Tentang slide-slide hidupnya yang hanya saya baca lewat shiroh-shiroh nabawi. Tentang betapa besar cintanya pada ummatnya. Tentang sepotong kerinduan yang terselip dihati agar bisa menatap wajah teduhnya. Tentang… ahh… tak bisa saya melukiskannya tentang lelaki agung itu.

Jika kawan saya yang non muslim itu begitu bahagia dan bangganya saat dia menyebut Nabi Muhammad SAW sangat baik,  maka seharusnya saya yang mengaku muslim ini harus lebih mencintai lelaki pilihan itu, bukan? Tapi apa yang telah saya lakukan untuk buktikan cinta pada lelaki utama itu? Hanya ungkapan-ungkapan cinta yang sering sekali diumbar lisan ini… Sekadar ungkapan… tanpa pembuktian…

Ah… malunya diri ini…
Duhai Rasulullah, betapa malu diri ini yang masih saja belum bisa mengenalmu dengan sempurna…
Alangkah indahnya hidup ini
Andai dapat kutatap wajahmu ‘kan pasti mengalir air mataku kerna pancaran ketenanganmu

Hanya sekedar catatan kecil

Salam
Bening Sanubari
*Raihan, Ya Rasulullah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *