Masih ingat bencana asap yang melanda pulau Sumatera dan Kalimantan beberapa waktu lalu? Tanpa sadar bencana yang disebabkan oleh pembakaran hutan secara liar itu telah turut andil memperparah kondisi global warming yang tengah terjadi di bumi saat ini. Global warming atau yang biasa kita sebut sebagai pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada permukaan bumi yang disebabkan perusakan lingkungan oleh manusia.
Dampak yang paling nyata kita rasakan akhir-akhir ini adalah perubahan cuaca ekstrim di berbagai wilayah nusantara akibat pengaruh fenomena El Nino, yaitu meningkatnya suhu permukaan laut di sekitar Pasifik Tengah dan Timur sepanjang ekuator. Akibatnya terjadi musim kemarau yang sangat panjang disertai kekeringan yang hebat. Sebelum 2015, El-nino tahun 1982/1983 dan tahun 1997/1998 adalah yang terhebat yang pernah terjadi di era modern dengan dampak yang dirasakan secara global. Disebut berdampak global karena pengaruhnya melanda banyak kawasan di dunia. Dan, data terbaru sepanjang tahun 2015, menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, telah sanggup menyebabkan kekeringan yang melanda 16 provinsi meliputi 102 Kabupaten/Kota dan 721 kecamatan di Indonesia hingga akhir Juli 2015. 111 ribu hektar lahan pertanian juga mengalami kekeringan. Kekeringan begitu meluas. Artinya, kemarau yang disusul dengan kekeringan di tahun 2015 berlangsung lebih parah dari bencana kekeringan yang menghantam habis ekonomi Indonesia tahun 1997 silam.
Masalah seserius seperti ditahun 2015 ternyata belum mendapat perhatian yang cukup baik bagi kita karena dampaknya belum terpapar secara langsung pada diri kita. Perilaku peduli lingkungan akan terbentuk jika telah dibiasakan sejak kecil. Oleh karenanya, pendidikan cinta lingkungan seharusnya telah menjadi agenda besar serentak yang dilakukan oleh sekolah dan orang tua untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan yang lebih parah. Sikap apatis terhadap kondisi lingkungan hari ini akan menuai dampak pada generasi yang akan datang, yaitu generasi anak-cucu kita.
Banyak hal sederhana yang bisa kita aplikasikan bersama keluarga di rumah dalam rangka melestarikan lingkungan kita. Seperti menerapkan kebiasaan hemat dan bijak dalam menggunakan air dan listrik, membuang sampah pada tempatnya serta memilahnya sesuai jenis (Organik, Anorganik dan B3), menerapkan 3R (Reduce, Reuse, Recycle), dan berlaku hidup sederhana serta tidak konsumtif. Jika setiap keluarga atau sekolah memberikan edukasi yang tepat dan kontinyu mengenai hal ini, maka dengan sendirinya masalah yang terjadi pada lingkungan dapat diatasi. Hal ini juga dapat diperluas dengan memberdayakan remaja sebagai duta lingkungan yang dapat menularkan info seputar pelestarian lingkungan kepada teman sebayanya ataupun pada anak-anak level usia dibawahnya.
JIKA BUKAN KITA YANG PEDULI, LALU SIAPA LAGI? JIKA TIDAK SEKARANG, LALU KAPAN LAGI?
[Kak Galuh]