CAHYALOKA.COM – Tumpah ruah semangat Itikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan telah mulai bergemuruh. Berburu golden ticket di malam-malam ganjilnya tentu menambah ghirah ibadah agar satu hari bernilai seribu bulan dapat diraih. Bagaimana tidak istimewa? Mengingat manusia tempatnya khilaf, maka jika malam itu mampu diraih setidaknya ada kesempatan yang cukup pesat untuk meminimalisir daftar khilaf yang terus berkepanjangan.
Tak perlu lagi ditanya, apa yang sebaiknya dibawa saat Itikaf nanti. Masing-masing keluarga dan para “Lailatul Qadar Hunter” pasti sudah sangat mahfum harus berbuat apa agar ibadahnya sedapat mungkin diterima dan mendapat keridho’an Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Senyum-senyum sumringah menanti kesyahduan malam teduh itu telah cukup mengisyaratkan, taka da yang lebih penting lagi di saat-saat terakhir Ramadhan ini melainkan agenda berkhidmat kepadaNya di dalam masjid-masjid yang telah dipersiapkan menerima mereka.
Namun, ditengah kebahagiaan menyaksikan saudara-saudara kita yang telah sibuk dengan rencana perburuannya, mengapa masih terdengar sayup-sayup suara yang tak kalah bergemuruh pada jarak ribuan kilometer dibelahan bumi lainnya. Suara itu senada meneriakkan mereka ingin pulang ke kampung halamannya dengan aman. Dari intonasi suara mereka yang mulai serak, tampak mereka sudah berteriak cukup lama dan diabaikan.
Sebentar… coba tengok sejenak. Jika dilihat dari baju-baju yang dikenakan, mereka telah menampung debu-debu hasil perjalanan panjang. Ini artinya mereka telah berbulan-bulan belum pulang kerumah untuk sekedar ‘merayakan’ kekhidmatan Ramadhan yang agung. Bagaimana mungkin mereka berfikir akan sahur dan berbuka dengan menu apa, jika rumah milik mereka sendiri saja tidak berhak mereka akui sebagai bagian dari hidup mereka.
Tapi tentu itu hanyalah kekhawatiran omong kosong belaka. Siapa bilang mereka tak menikmati Ramadhan yang mulia ini jika perjuangan mereka sudah bukan selevel menahan lapar, haus, amarah dan nafsu belaka. Perburuan malam seribu bulan bagi mereka adalah pelengkap dari perburuan sesungguhnya yakni Jihad Fisabilillah. Ya salam, jangan bicara tentang berjuang jika belum melihat apa yang ada dalam agenda mereka sebagai pemburu syahid.
Jika tidak percaya, tengok gerak-gerik saudari kita Assyahidah Razan Ashraff Najjar yang telah dengan begitu lincah berburu cintaNya menyelamatkan ratusan saudara-saudaranya yang terluka saat aksi long march sejak Maret silam di perbatasan kota Gaza. Bohong besar jika kalian tidak mampu menyaksikan bara cinta yang membahana di kedua bola matanya pada Sang Maha Pemberi Cinta dalam setiap aksi kemanusian yang ia lakukan. Dan Allah telah menyambut cinta itu dengan penuh keridhoan (insya Allah) dengan menyematkan kesyahidan padanya. Masya Allah.
Perjalanan Panjang dalam aksi #GreatReturnMarch yang hingga hari ini masih saja berlangsung adalah bukti nyata mereka tak hanya siap berburu golden ticket malam seribu bulan, namun lebih dari itu, mereka bahkan siap tidak hanya memberikan waktu untuk ibadah-ibadah terbaiknya namun juga siap memberikan nyawanya untuk mempertahankan tanah air yang menjadi salah satu harga diri umat islam sepanjang sejarah kehidupan manusia.
Oh ya. Menelusuri bayang-bayang aksi ingin pulang yang telah mereka lakukan dengan penuh keberanian atas dasar rasa muak akan penjajahan bangsa parasit yang mengalami halusinasi bahwa negri yang direbutnya sebagai negri yang dijanjikan,maka berhati-hatilah! jangan percaya jika ada yang “mendongeng” tentang indahnya konsep Hak Asasi Manusia bagi seluruh makhluk di muka bumi ini. Bisa jadi pendongeng itu baru bangun kemarin sore. Atau mungkin ia hidup di tengah-tengah bangsa yang hanya berteriak tentang HAM jika bangsanya saja yang terciderai, namun jika ada bangsa lain yang tak “sekufu” dengannya merasa terciderai hak asasi manusianya, maka itu hanyalah bentuk radikalisme dan ekstrimisme pada usaha tumbuhnya perdamaian dunia versi halusinasi mereka. Sementara, dalam primbon utama “dongeng” tentang HAM itu telah dikatakan hal ini berlaku bagi semua penghuni belahan bumi manapun tanpa terkecuali dan terhalang oleh suku, ras, bangsa dan agama.
Sudahlah, rasanya sudah sangat lama keadilan dan pengakuan HAM tak lagi berlaku pada pemeluk ajaran lelaki terbaik sepanjang zaman yang kekharismaannya diakui oleh Miichael Hart dalam bukunya, sebagai orang yang berada pada tingkat pertama dari seratus daftar orang berpengaruh didunia buatannya. Mendadak banyak yang terjangkit virus Islamophobia sehingga banyak yang ikut merasa boleh mendeskreditkan wajah Islam yang mulia dengan perlakuan ‘suka-suka’ hingga mengabaikan konsep kemanusiaan yang sesungguhnya telah mereka sepakati sendiri sejak lama.
Maka, saat pintu-pintu masjid terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin mendulang nikmatnya malam seribu bulan, paling tidak ada hati-hati yang saling tertaut ikut mengutuki kejahatan kemanusiaan yang dilakukan kepada para aktivis dan pejuang #GreatReturnMarch sekaligus mendoakan kebaikan malam seribu bulan yang penuh keteduhan ini agar dapat menjadi energi yang terhimpun untuk menghadirkan sebuah kemenangan bagi mereka yang tak hanya datang karena berakhirnya Ramadhan saja, namun sejatinya untuk meraih kemenangan akan hak-hak merdeka yang telah lama dirampas seluruhnya secara paksa dari mereka dengan alasan pemenuhan ambisi kekuasaan dunia yang semu. (gkw)