Kamis , 21 November 2024
Kaum Tertindas

Sandyakala

CAHYALOKA.COM – Butiran-butiran peluh yang tadi membasahi tubuhnya dan kini telah kering terhisap oleh kegelisahan hari esok, dimana mentari akan tetap setia menyinari saparuh demi separuh jagad ini, ia berkata pada diri yang tak tahu dan ia pun tak mengenal dirinya lagi.

Pulang dari pekerjaan masyarakat, belum letih, ia masih segar badan! Langit tampaknya cemerlang, bunga-bunga tampaknya indah, sebab pekerjaan masyarakat yang kolektif bukan penghisapan dan penindasan, tidak meletihkan jasmani dan rohani, melainkan membahagiakan dan menggembirakan.

Ah keadaan bahagia! Disinilah pekerjaan masyarakat. Pekerjaan masyarakat yang untuk kepentingan masyarakat, dan bukan lagi pekerjaan masyarakat untuk keuntungan perseorangan. Pekerjaan masyarakat kolektifistis dan bukan lagi pekerjaan masyarakat kapitalistis.

Tapi… ketika ia terjaga dari mimpi yang beberapa saat lalu membahagiakan dan menggembirakan, tersenyum penuh guratan ia menghadapi alam nyata yang didalamnya tak dapat ia berkesempatan menarik nafas dan melepaskan lelah.

Di dalam masyarakat yang nyata ini, hanya kepahitan dan kesukaran yang dijumpainya. Di luar itu taufan-prahara perjuangan mencari sesuap nasi memenuhi angkasa. Ia diburu, dicambuk, dilabrak, digiring, diseret oleh hantu ketidakadilan-sosial, dengan tiada maaf dan tiada ampun. Tiada tempo untuknya beristirahat dan tiada kesempatan menarik nafas. Di alam nyata, tempat bersarangnya individualisme, satu “tempat keramat” yang tak boleh dimasuki oleh siapa saja yang dapat mengurangi kepribadiaan individualisme, dimana kemasyarakatan, kolektifisme, berperan sebagai kuda-kuda penarik pedati yang selalu dicambuk saat menghirup udara segar.

Kenyataan yang di rasakan di alam nyata, memaksa memasuki sistem masyarakat kapitalis yang tiap detiknya selalu memeras keringat laksana ia memeras kain basah dalam pekerjaan budak-budak sepanjang hari. Berangsur-angsur keringat yang kini tak produktif mengeluarkan getahnya lagi, tulang-tulang penyangga yang kini tak dapat menahan tubuh yang telah penuh dengan deraan angkara murka dan keserakahan, jiwa yang tak lagi setia bermukim pada dirinya, ia mengikhlaskan diri terlepas dari hidup nyatanya yang tak pernah menghirup udara segar. [al faqir]

Lihat Juga

kelas literasi anak

Literasi Anak Depok: Belajar Fiksi, Non Fiksi, Puisi dan Buat Blog Sendiri

CAHYALOKA.COM – Hari Sabtu pada akhir September, tepatnya tanggal 29 September 2018, aku mengikuti kelas …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *